Fenomena Ironi Indonesia
sKejamnya ibu kota, kerasnya kehidupan, dan perihnya nasib selalu menyelimuti kisah hidup bangsa Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan. Hanya air keringat yang menghargainya untuk tetap hidup seutuhnya. Tanpa belas kasihan dan kasih sayang, mereka hanya mengadu nasib dengan apa yang mereka bisa lakukan hari ini untuk makan dan minum, mengenyangkan perut mereka dengan berbagai macam sampah yang selalu menemani dengan setia. Tak bisalah mereka harus tetap hidup dengan cara seperti ini. Dengan cara yang amat tak wajar. Tetapi nasib telah mengetuk palunya, dan memutuskan hidup mereka yang harus seperti ini. Kumuh, lusuh,bau, kotor. Itulah yang dirasa, sesekali, mereka kecewa dengan kehidupan seperti ini, mereka bosan, mereka seakan tak dibutuhakan di bangsa ini. Apalah daya? Yang dicari hanya sesuap nasi hangat yang lezat untuk disantap. Tapi semua itu harus dibayar dengan jeritan air mata dan keringat yang dibayar murah, karna tak ada lagi tempat tuk mniti kehidupan yang layak. Segala yang dibutuhkan mereka hanyalah sisa dari kehidupan orang-orang bergelimang harta yang serakah. yang hanya tahu tentang gedung tinggi,bangunan megah, makanan lezat, kasur yang empuk dan nyaman. Tak ingin sepertinya melirik sejenak untuk pergi bagaimana saudaranya hari ini, apakah ia masih bisa tersenyum? Masih dapatkah mereka mengenyangkan perut? Sudahkah mereka bermimpi indah tadi malam?.
Fikiran-fikiran seperti itulah yang seharusnya bangsa Indonesia miliki. Kemegahan hati, ketulusan untuk menolong sesama, menghargai, saling merangkul satu sama lain. Inilah Indonesia yang saya dambakan, Indonesia yang damai, Indonesia yang kaya,Indonesia memiliki masyarakat yang makmur. Jika saja, hati kita peka dan tergerak untuk maju, merasa iri dengan kemajuan bangsa lain, saya yakin , tidak akan ada rakyat yang hidup di garis kemiskinan. Ironi yang saya rasakan dari bangsa ini adalah mengapa tidak seluruh masyarakat Indonesia bisa merasakan nikmatnya padi? Kita adalah negara agraris, negara penghasil padi, ratusan hektar sawah yang kita miliki. Tetapi mengapa masih ada rakyat yang kesulitan mendapatkan padi? Jika kita berada di negara Amerika, Inggris, Jerman atau negara lain yang bukan penghasil padi. Jika kita merasa kekurangan padi, itu hal yang wajar, karena di negara-negara tersebut sulit mendapatkan padi. Tetapi, bangsa kita yang surganya padi, terkenal hingga ke manca negara. Haruskah kita menyebutkan hal yang wajar bila ada rakyatnya yang sulit mendapatkan padi? Miris sekali, bagaikan tikus yang mati di lumbung padi. Masih jaman sekali rakyat Indonesia yang mencari makan di tempat pembuangan sampah, yang kita tahu bahwa sampah adalah tempat paling mengerikan di sepanjang sudut kota. Akankah mereka memikirkan hal itu saat mencari makan? Sayangnya,, tidak.
Rakyat Indonesia masih dijajah oleh bangsanya sendiri. Tanamkanlah dalam hati masing-masing kepekaan hati untuk membantu. Sebagai pelajar, kita sepatutnya iba dengan keadaan yang demikian mengerikan yang kita lihat bersama di dalam bangsa ini. Tidaklah kita harus selalu merengek meminta “gedjet” terbaru kepada ibu dan ayah, tetapi merengeklah untuk membantu saudara kita yang membutuhkan. Hanya beberapa persen dari sebgaian apa yang kalian miliki. Sadarlah bahwa orang-orang yang hidup di bawah garis kemiskinan memiliki hak yang sama untuk hidup. Mereka adalah saudara kita bersama, tega kah kita melihat keadaan mereka yang hanya hidup untuk sesuap nasi, tanpa berfikir impian? Cita-cita? Atau mungkin sekedar bermimpi indah dalam lelap tidurnya?.