Kamis, 15 November 2012

10 November untuk ibu



Sesuai dengan hari peringatan pahlawan 10 November. Orang yang menyandang gelar pahlawan,saat ini. Bukanlah sosok pria berbadan kekar dan mampu menumpas segala perlawanan para penjajah bangsa. Bagaimana jika pahlawan yang kita bahas saat ini adalah sosok perempuan, jauh dari kata kuat untuk berperang. Hanya andalkan sebuah kelembutan murni yang membuat kita nyaman berada didekatnya. Ya, seorang ibu.
Pantaskah seorang ibu menyandang gelar pahlawan?

Selasa, 25 September 2012

Punya pacar? Haruskah?

Menginjak SMA, hal yang paling sering ditanya pada masa pubertas ini adalah “eh,udah gede.. udah punya pacar ya?” itulah gurauan orang dewasa terhadap kami yang sedang memupuk perasaan berkenaan dengan “pacar”.  Berkenaan dengan hal itu, tanpa gurauan pun sebetulnya, kami sudah mempunyai bidikan yang sesuai dengan hati kami untuk dijadikan” pacar”. Kami telah merasakan apa yang dimaksud dengan “cinta monyet” yang selalu tersipu malu melihat wajah orang yang kami sukai sejak “pandangan pertama”. Saat itulah kami mengenalnya. Mengenal arti paling indah di dunia ini. Tapi, haruskah apa yang disebut indah itu harus kami miliki?. 

Kamis, 20 September 2012

Ironi Pemimpin Negeri
Kepemimpinan adalah hal yang mutlak ada di dalam setiap tatanan kehidupan kita. baik dalam hal berorganisasi, kelompok belajar, keluarga, bahkan hingga kepengurusan negara, tentunya harus ada pemimpin yang menggerakkan jalannya roda negara agar tersusun dan terorganisir dengan baik. Tetapi, pemimpin seperti apa yang seharusnya kita butuhkan? Cobalah berfikir sejenak,, apa sebenarnya pemimpin itu? Menurut artikel yang pernah saya baca (karangan:Ahmad Abdussalam) pemimpin adalah orang yang dapat mempengaruhi orang lain untuk bergerak dalam suatu aktifitas dalam kerja sama untuk menyelesaikan masalah. 


Selasa, 18 September 2012

Tauran Antar Pelajar Sering kita saksikan bersama bahkan sudah menjadi tradisi secara turun temurun . tauran antar pelajar dilakukan oleh kalangan anak remaja yang sedang labil. Maraknya aksi kekerasan yang tidak semestinya dilakukan oleh mereka dengan usia yang sangat belia. Semakin menambah ironi bangsa yang terus tercoreng dengan tinta merah (jelek). Fenomena ini diperparah dengan adanya rasa bangga yang tersimpan dalam diri mereka terhadap tauran yang sudah jelas tidak bermanfaat dan merugikan masa depan pribadi mereka terlebih orang lain tak berdosa yang sudah menjadi korban. Tauran adalah kebutuhan sosial mereka yang harus terpenuhi setiap harinya. Tidak ada tauran, tidak ada tantangan, bahkan mungkin hidup tiadalah berarrti. Alasan klasik dari berbagai pendapat yang pernah saya survei sebelumnya,tauran dilatarbelakangi oleh beberapa faktor: 1. Dendam pribadi/dendam kelompok 2. Rasa ingin menjadi kelompok adikuasa 3. Rasa gengsi dan tidak mau kalah

Kendaraan umum VS pelajar “Tuntutlah ilmu walau ke negeri Cina”. Selogan yang tak asing kita dengar kembali. Sejak kita duduk di bangku sekolah dasar pun, selogan itu sudah diperkenalkan bahkan sudah menjadi hal yang wajib untuk dijadikan pedoman hidup. Itu artinya, kita harus berusaha keras mencari ilmu tanpa mengeluh. Tetapi, bagaimana jika ada bahkan banyak siswa yang mengabaikan selogan tersebut?. Contoh kecil saja, yang akan saya bahas di tulisan ini. Berkenaan dengan menuntut ilmu, kita bangun pagi lalu berniat dalam hati pergi ke sekolah demi sebuah masa depan. Untuk mendapatkan masa depan yang cerah dan gemilang itu sulit perlu pengorbanan yang ekstra. Disamping orang sedang sibuk bahkan berlomba-lomba untuk berusaha mencapai kesuksesan itu, ternyata ada saja orang yang berleha-leha dalam hal masa depannya sendiri. Terutama di kalangan pelajar yang terbiasa pergi ke sekolah dengan menggunakan kendaraan umum dari rumahnya. Sebelum sampai di sekolah, mereka harus menunggu kendaraan yang membawa mereka pergi untuk sampai di sekolah tujuannya. Masih menjadi suatu hal yang wajar jika kita menunggu kendaraan tersebut dengan alasan sulit, ataupun penuh dengan muatan penumpang. Bagaimana jika kita yang memang mempersulit diri untuk menaiki kendaraan yang akan digunakan?. Itulah yang menjadi kebiasaan pelajar pada jaman modernisasi ini. Jika kondisi kendaraan yang akan kita gunakan agak jelek body luarnya, atau di dalam kendaraan yang dinaiki terdapat seorang ibu yang telah selesai berbelanja dari pasar dengan segala macam barang yang dibelinya. Rata-rata pelajar enggan menggunakan kendaraan itu mengantarkannya ke sekolah. Mereka lebih baik menunggu kendaraan yang lebih bagus dan terlihat body kendaraan yang rapih dan baru dengan berbagai aplikasi menarik di dalamnya, apalagi jika pelajar tersebut sudah berlangganan dengan kendaraan itu. atau bahkan dijadikan “abudemen”, serasa kendaraan umum berubah seketika menjadi kendaraan pribadi yang nyaman. Mereka lebih baik mengorbankan waktu mereka “ngaret”untuk pergi ke sekolah , daripada pergi ke sekolah dengan kendaraan yang “jelek”. Sesuai kah semua tindakan itu dengan selogan “tuntutlah ilmu walau ke negeri Cina?’’. Tentunya,, sangat jauh dari kata sesuai. “Waktu adalah uang”. Ya, selogan tersebut kembali mengingatkan kita akan waktu yang kita gunakan. Jika kita lebih menghargai waktu, kita akan merasa bahwa waktu adalah segalanya, waktu yang akan menghantarkan kesuksesan di masa depan, waktu yang memacu kita untuk mengisi setiap detiknya dengan berbagai hal yang bermanfa’at. Jika pergi ke sekolah saja kita harus meluangkan watu banyak untuk sesuatu yang “sepele”,itu artinya kita juga telah membiarkan masa depan cemerlang hilang begitu saja. Contoh ilustrasi: Fikirkan saja, jika kita memanfa’atkan waktu yang dipakai untuk menunggu kendaraan yang diinginkan datang, kita bisa memanfa’atkan waktu itu untuk membaca buku di sekolah, menyelesaikan tugas sekolah yang belum selesai, bahkan kita bisa bertemu dengan suasana sekolah lebih awal. Itu hal yang lebih bermanfa’at dibandingkan kita harus menunggu kendaraan yang tidak menunjang terhadap masa depan. Kita tahu bersama bahwa usia remaja adalah usia yang sangat menyenangkan untuk dinikmati, untuk bebas, tetapi tidak ada salahnya jika kita mengisi waktu remaja dengan berbagai kegiatan yang bermanfa’at, apalagi itu mendukung sekali terhadap cita-cita kita. sudah saatnya kita sebagai pelajar, satu/dua langkah lebih maju dibandingkan sebelumnya. Bermawas dirilah agar kita semua selalu memperbaiki diri dari hal yang tidak diinginkan.
Fenomena Ironi Indonesia sKejamnya ibu kota, kerasnya kehidupan, dan perihnya nasib selalu menyelimuti kisah hidup bangsa Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan. Hanya air keringat yang menghargainya untuk tetap hidup seutuhnya. Tanpa belas kasihan dan kasih sayang, mereka hanya mengadu nasib dengan apa yang mereka bisa lakukan hari ini untuk makan dan minum, mengenyangkan perut mereka dengan berbagai macam sampah yang selalu menemani dengan setia. Tak bisalah mereka harus tetap hidup dengan cara seperti ini. Dengan cara yang amat tak wajar. Tetapi nasib telah mengetuk palunya, dan memutuskan hidup mereka yang harus seperti ini. Kumuh, lusuh,bau, kotor. Itulah yang dirasa, sesekali, mereka kecewa dengan kehidupan seperti ini, mereka bosan, mereka seakan tak dibutuhakan di bangsa ini. Apalah daya? Yang dicari hanya sesuap nasi hangat yang lezat untuk disantap. Tapi semua itu harus dibayar dengan jeritan air mata dan keringat yang dibayar murah, karna tak ada lagi tempat tuk mniti kehidupan yang layak. Segala yang dibutuhkan mereka hanyalah sisa dari kehidupan orang-orang bergelimang harta yang serakah. yang hanya tahu tentang gedung tinggi,bangunan megah, makanan lezat, kasur yang empuk dan nyaman. Tak ingin sepertinya melirik sejenak untuk pergi bagaimana saudaranya hari ini, apakah ia masih bisa tersenyum? Masih dapatkah mereka mengenyangkan perut? Sudahkah mereka bermimpi indah tadi malam?. Fikiran-fikiran seperti itulah yang seharusnya bangsa Indonesia miliki. Kemegahan hati, ketulusan untuk menolong sesama, menghargai, saling merangkul satu sama lain. Inilah Indonesia yang saya dambakan, Indonesia yang damai, Indonesia yang kaya,Indonesia memiliki masyarakat yang makmur. Jika saja, hati kita peka dan tergerak untuk maju, merasa iri dengan kemajuan bangsa lain, saya yakin , tidak akan ada rakyat yang hidup di garis kemiskinan. Ironi yang saya rasakan dari bangsa ini adalah mengapa tidak seluruh masyarakat Indonesia bisa merasakan nikmatnya padi? Kita adalah negara agraris, negara penghasil padi, ratusan hektar sawah yang kita miliki. Tetapi mengapa masih ada rakyat yang kesulitan mendapatkan padi? Jika kita berada di negara Amerika, Inggris, Jerman atau negara lain yang bukan penghasil padi. Jika kita merasa kekurangan padi, itu hal yang wajar, karena di negara-negara tersebut sulit mendapatkan padi. Tetapi, bangsa kita yang surganya padi, terkenal hingga ke manca negara. Haruskah kita menyebutkan hal yang wajar bila ada rakyatnya yang sulit mendapatkan padi? Miris sekali, bagaikan tikus yang mati di lumbung padi. Masih jaman sekali rakyat Indonesia yang mencari makan di tempat pembuangan sampah, yang kita tahu bahwa sampah adalah tempat paling mengerikan di sepanjang sudut kota. Akankah mereka memikirkan hal itu saat mencari makan? Sayangnya,, tidak. Rakyat Indonesia masih dijajah oleh bangsanya sendiri. Tanamkanlah dalam hati masing-masing kepekaan hati untuk membantu. Sebagai pelajar, kita sepatutnya iba dengan keadaan yang demikian mengerikan yang kita lihat bersama di dalam bangsa ini. Tidaklah kita harus selalu merengek meminta “gedjet” terbaru kepada ibu dan ayah, tetapi merengeklah untuk membantu saudara kita yang membutuhkan. Hanya beberapa persen dari sebgaian apa yang kalian miliki. Sadarlah bahwa orang-orang yang hidup di bawah garis kemiskinan memiliki hak yang sama untuk hidup. Mereka adalah saudara kita bersama, tega kah kita melihat keadaan mereka yang hanya hidup untuk sesuap nasi, tanpa berfikir impian? Cita-cita? Atau mungkin sekedar bermimpi indah dalam lelap tidurnya?.